top of page
Gambar penulisHukumkuAdminMA

Gelar Profesor Palsu: Konsekuensi Hukum dan Etika


Pelajari tentang konsekuensi hukum penggunaan gelar profesor palsu, termasuk dampaknya dan sanksi yang dapat dikenakan dalam artikel ini

Gelar profesor palsu menjadi sorotan karena dengan gelar tersebut seseorang bisa memperoleh status akademik dan kesempatan kerja tinggi meski kemampuannya tidak mumpuni. Kasus ini ternyata dapat menimbulkan dampak buruk serta ada konsekuensi hukumnya.


Bagaimana konsekuensi hukum terhadap gelar profesor palsu? Artikel ini membahas sekilas mengenai isu gelar profesor palsu, dampak penggunaan gelar profesor palsu, dan konsekuensi hukum terhadap gelar profesor palsu. Terakhir, terdapat pula penjelasan peran dan tanggung jawab institusi pendidikan dalam menjaga keaslian gelar.


Sekilas Mengenai Isu Gelar Profesor Palsu


Isu gelar profesor palsu baru-baru ini diangkat oleh Tempo.co melalui Channel Youtube resminya, yakni Tempodotco. Keterangan dimulai dari penangkapan pendiri Universitas Madjapahit, Profesor Djokosutomo M.A, pada 1958 silam.


Orang yang mengaku guru besar itu ternyata hanya lulusan sekolah rakyat. Adapun gelar palsu yang tertempel di belakang nama aslinya tersebut berhasil mengadali 7.000 orang mahasiswa Universitas Madjapahit.


Kasus gelar profesor palsu saat ini ternyata masih saja terjadi di Indonesia. Misalnya dengan cara melangkahi pintu belakang jalur akademik, di mana gelar profesor hanya membutuhkan publikasi satu karya ilmiah internasional.


“Lewat jalur ilegal mereka mempublikasi tulisan di jurnal predator,” ungkap pembawa opini Tempodotco di video.


Sebagaimana diungkapkan dalam unggahan, ada juga permainan dengan asesor Kemendikbudristek. Kongkalikong ini berhubungan dengan pemenuhan persyaratan seseorang untuk menjadi guru besar.


Dampak Penggunaan Gelar Profesor Palsu


Sejumlah dampak negatif bisa muncul akibat penggunaan gelar profesor palsu. Sebut misalnya bagi mahasiswa yang mendapatkan arahan dari para pemegang ijazah palsu, kompetensinya tentu tak sebanding dengan mereka yang diajarkan oleh profesor sungguhan.


Dampak yang lebih kompleks kemudian bisa pula terjadi di bagian reputasi institusi pendidikan. Seandainya terbukti ada profesor palsu lulusan perguruan tinggi tertentu, maka nilai institusi tersebut akan turun nilainya.


Setelah mengalami kerugian reputasi, ada juga potensi besar terjadinya kerugian finansial karena perguruan tinggi jadi tak diminati masyarakat. Pada akhirnya, individu yang bekerja di institusi terkait pun ikut terkena imbasnya.


Konsekuensi Hukum Terhadap Gelar Profesor Palsu


Setidaknya terdapat dua peraturan yang membahas konsekuensi hukum terhadap gelar profesor palsu ataupun ijazah palsu. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 272 ayat (1) disebutkan sebagai berikut.


“Setiap orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (maksimal 500 juta rupiah).”


Lebih rinci dari itu, konsekuensi hukum terhadap gelar profesor palsu ditetapkan lewat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Namun, hanya berlaku bagi orang sehat, tidak mengalami gangguan jiwa, dan pihak yang membantu pembuatannya.


Sanksi yang diberikan kepada pengguna gelar palsu diatur melalui Pasal 69 ayat (1). Mereka yang melanggar akan diberikan hukuman pidana penjara maksimal lima tahun dan/atau pidana denda paling besar Rp500 juta.


Tanggung Jawab Institusi Pendidikan dalam Menjaga Keaslian Gelar


Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar, dan Kesetaraan Ijazah Perguruan Tinggi Negara Lain, melampirkan sedikit tanggung jawab institusi pendidikan dalam penandatanganan ijazah.


Peran serta tanggung jawab untuk menandatangani ijazah diatur melalui Pasal 7 ayat (1), yakni dilakukan oleh:


  • Rektor dan dekan untuk universitas dan institut;

  • Ketua dan pemimpin unit pengelola program studi untuk sekolah tinggi;

  • Direktur dan pimpinan unit pengelola prodi untuk akademi serta politeknik; dan

  • Direktur untuk akademi komunitas.


Lantaran penandatanganan ini perlu dilandasi oleh sejumlah ketentuan dan mempunyai konsekuensi hukum terkait ijazah atau gelar, maka institusi wajib menjaga keasliannya. Hal ini perlu diperhatikan berbagai pihak di dalam internal perguruan tinggi terkait agar tidak rusak reputasinya.


Berbagai prosedur lain terkait keabsahan dokumen dan persyaratan juga tidak boleh luput dari perhatian institusi. Seandainya individu atau kelompok tertentu sengaja membiarkan orang mendapatkan gelar palsu secara sadar, maka bisa dikenakan hukuman.


Kesimpulan


Gelar profesor palsu yang bisa didapatkan lewat publikasi jurnal ilegal atau permainan pihak sertifikasi dapat menjadi masalah serius bagi pendidikan dan bisnis. Mahasiswa tidak mendapatkan pengajaran sesuai kompetensi, institusi menjadi jelek jika kasus itu terbukti.


Pemalsuan dokumen maupun gelar ini diatur konsekuensinya melalui UU KUHP baru, dipidana penjara maksimal 6 tahun dan denda terbanyak Rp500 juta. Adapun UU Sisdiknas mengatur sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda 500 juta rupiah.


Institusi selaku penanggung jawab tentunya harus memantau pergerakan setiap gerak-gerik mencurigakan terkait perolehan gelar profesor di institusinya. Demi kemajuan pendidikan Indonesia dan menjaga nama baik universitas.





Komentarze


bottom of page