
Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT mungkin merupakan salah satu kasus yang sering terjadi di indonesia. Kasus ini bisa terjadi oleh kalangan manapun dan oleh siapapun dalam hubungan keluarga. Oleh karena itu, UU KDRT sudah dirumuskan di Indonesia dan terdapat hukuman bagi pelakunya.
KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pelaku KDRT dapat dijatuhi hukuman berat hingga 15 tahun penjara, tergantung pada jenis tindak kekerasan yang dilakukan.
Untuk mengetahui lebih lanjut, Tim Hukumku akan membahas apa itu KDRT, pasal-pasal terkait, serta sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku.
Apa Itu KDRT?
KDRT adalah tindakan kekerasan yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga, yang mengakibatkan penderitaan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran ekonomi. Korban KDRT bisa berupa istri, suami, anak, atau anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), ada empat jenis kekerasan dalam rumah tangga:
Kekerasan Fisik: Tindakan yang menyebabkan rasa sakit, cedera, atau luka fisik pada korban.
Kekerasan Psikis: Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, atau penderitaan mental.
Kekerasan Seksual: Pemaksaan hubungan seksual atau tindakan lain yang merendahkan martabat korban.
Penelantaran Rumah Tangga: Perbuatan yang mengabaikan kebutuhan ekonomi anggota keluarga, sehingga menimbulkan penderitaan.
Proses Hukum bagi Pelaku KDRT
Proses hukum bagi pelaku KDRT dimulai dari laporan korban ke pihak kepolisian. Berikut tahapan lengkap proses hukum yang harus dilalui:
Laporan dan Pemeriksaan Awal
Korban KDRT dapat melaporkan kejadian tersebut ke Kepolisian atau Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di polres terdekat. Dalam laporan, korban harus menjelaskan kronologi kejadian dan memberikan bukti pendukung, seperti hasil visum atau saksi.
Penyidikan oleh Kepolisian
Penyidik akan mengumpulkan bukti tambahan dan memeriksa pelaku. Penyidikan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelaku memang melakukan tindakan KDRT. Bukti yang dikumpulkan bisa berupa:
Hasil visum et repertum (laporan medis korban)
Rekaman suara atau video
Saksi mata yang melihat kejadian
Jika penyidikan selesai dan bukti cukup kuat, penyidik akan menyerahkan berkas perkara ke kejaksaan.
Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Jaksa akan memeriksa berkas perkara dan melanjutkan kasus ke pengadilan jika bukti dirasa cukup. Jaksa juga akan menyusun tuntutan hukum terhadap pelaku berdasarkan pasal-pasal yang berlaku.
Proses Persidangan di Pengadilan
Di pengadilan, hakim akan memeriksa semua bukti, mendengarkan keterangan korban, saksi, dan pelaku. Jika terbukti bersalah, hakim akan menjatuhkan vonis sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.
Pasal-Pasal KDRT dan Sanksinya
Berikut adalah beberapa pasal penting dalam UU PKDRT yang mengatur sanksi bagi pelaku KDRT:
Pasal 44: Kekerasan Fisik
Pelaku yang terbukti melakukan kekerasan fisik terhadap anggota keluarganya dapat dijatuhi hukuman:
Pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 15 juta jika korban mengalami luka ringan.
Pidana penjara maksimal 10 tahun jika korban mengalami luka berat.
Pidana penjara maksimal 15 tahun jika kekerasan fisik menyebabkan kematian.
Pasal 45: Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis yang menyebabkan penderitaan emosional atau mental pada korban diancam dengan pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp 9 juta.
Pasal 46: Kekerasan Seksual
Pelaku kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga dapat dikenakan hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda maksimal Rp 36 juta.
Pasal 49: Penelantaran Ekonomi
Pelaku penelantaran yang mengabaikan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dapat dihukum dengan Pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp 15 juta.
Hak Korban KDRT
Korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan dari berbagai pihak. Berikut beberapa hak yang dijamin oleh undang-undang:
Hak atas Perlindungan Fisik dan Psikologis
Korban berhak mendapatkan perlindungan dari kepolisian untuk memastikan keselamatan fisiknya. Selain itu, korban juga dapat memperoleh bantuan psikologis untuk memulihkan trauma yang dialami.
Hak atas Pendampingan Hukum
Korban KDRT berhak didampingi oleh pengacara atau lembaga bantuan hukum selama proses hukum berlangsung.
Hak atas Rehabilitasi
Jika korban mengalami luka fisik atau psikis, mereka berhak mendapatkan rehabilitasi medis dan psikologis dari instansi terkait.
Hak atas Perlindungan Identitas
Identitas korban KDRT akan dirahasiakan selama proses hukum berlangsung untuk menjaga privasi dan keamanan korban.
Cara Melaporkan KDRT dan Mendapatkan Bantuan
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menjadi korban KDRT, segera laporkan kejadian tersebut ke:
Polsek atau Polres terdekat
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA)
Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LPPA)
Call Center Komnas Perempuan di nomor 129
Selain itu, korban juga dapat menghubungi pusat layanan terpadu yang menyediakan pendampingan hukum dan rehabilitasi.
Sebagai informasi, Hukumku menyediakan layanan hukum online yang juga menyediakan konsultasi kasus KDRT bagi korban yang terdampak. Dapatkan solusi dan saran terbaik dari ratusan advokat profesional di bidangnya.