top of page
Gambar penulisronaldo heinrich

Mengenal Klausula Eksonerasi: Definisi, Contoh, dan Akibat Hukumnya

Diperbarui: 26 Sep


Artikel ini menjelaskan apa itu addendum kontrak, kapan dan bagaimana addendum dapat dilakukan, serta memberikan contoh dan panduan untuk menyusunnya dalam konteks bisnis

Klausula eksonerasi merupakan salah satu isi ataupun poin penting kesepakatan yang berkemungkinan ada di dalam suatu perjanjian baku. Namun demikian penggunaannya bisa berakibat hukum, mengacu pada sifatnya yang bisa membebaskan salah satu pihak terhadap tanggung jawabnya.


Apa akibat hukumnya jika di dalam perjanjian baku terdapat klausula eksonerasi? Artikel ini membahas apa itu klausula eksonerasi, contoh konkret yang kerap digunakan dalam perjanjian baku, pandangan menurut hukum, dan konsekuensi hukumnya.


Apa Itu Klausula Eksonerasi?


Klausula eksonerasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 46 ayat 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 adalah klausul yang isinya bersifat menambah hak dan mengurangi kewajiban baik pihak PUJK ataupun konsumen. Sehingga tujuannya adalah membebaskan atau mengecualikan suatu pihak dari kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pihak lain. 


Dalam perjanjian baku, klausula eksonerasi kerap disebut juga sebagai klausula eksemsi. Terdapat berbagai jenis klausula eksonerasi yang dimuat dalam perjanjian baku dalam dunia bisnis. Contohnya adalah pembebasan tanggung jawab pihak pengembang pada perjanjian jual beli rumah yang biasanya diselipkan pada bagian akhir klausul perjanjian dengan tujuan untuk meniadakan tanggung jawab atas berbagai potensi negatif yang terjadi di lapangan.

Contoh Klausula Eksonerasi


Setelah mengetahui arti klausula eksemsi di atas, mungkin Anda masih penasaran tentang apa contoh klausula eksonerasi? Secara konkret klausula eksonerasi dapat Anda temukan di berbagai dokumen perjanjian baku.


Sebut misalnya perjanjian kontrak sewa, pernah ada suatu penelitian yang dilakukan Ayasa Purusottama dkk. (2020). Mereka menyebutkan terdapat klausula eksonerasi berikut sebagaimana mereka sebutkan dalam halaman ke-77 penelitian mereka.


“Tuntutan kerusakan atau kehilangan objek sewa (mobil) yang berada dalam pengawasan dan tanggung jawab Pihak Kedua (konsumen) maupun kerugian-kerugian lainnya, antara lain kecelakaan yang mengakibatkan rusak bahkan musnah nya mobil sewa karena kesalahan dan kelalaian Pihak Kedua (konsumen) dalam melaksanakan kegiatan sepenuhnya menjadi resiko atau tanggung jawab Pihak Kedua (konsumen).” (hal. 77)


Sementara dalam konteks perjanjian asuransi juga terdapat contoh klausula eksonerasi. Anda bisa memantau klausul yang bertuliskan “bukan termasuk jenis asuransi” atau “tidak termasuk dalam pembiayaan” yang ada dalam perjanjian terkait. Contohnya adalah kalimat yang menyatakan bahwa “Pihak Asuransi hanya menutupi kerugian akibat kecelakaan yang disebabkan keteledoran orang lain, sementara kecelakaan individu di tidak termasuk dalam pembiayaan”.


Misalnya “Pihak Asuransi hanya menutupi kerugian akibat kecelakaan yang disebabkan keteledoran orang lain, sementara kecelakaan individu di tidak termasuk dalam pembiayaan”.


Bukan hanya itu, kontrak layanan juga kerap menggunakan klausula eksonerasi dengan memberikan pengecualian terhadap suatu aktivitas. Sebut misalnya ada layanan jasa kirim yang dipercaya mengantarkan barang dari satu kota ke kota lain.


Lantaran tanggung jawab ekspedisi hanya mengirim, berbagai kehilangan yang juga berkemungkinan terjadi di jalan akibat pelaku kriminal dimasukkan sebagai pengecualian. Dengan begitu, mereka tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang.


Bagaimana Klausula Eksonerasi Dipandang dalam Hukum


Klausula eksonerasi dilarang untuk dicantumkan oleh pihak yang terkesan lebih tinggi derajatnya dalam suatu perjanjian baku mengingat klausul tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memuat asas kebebasan berkontrak (pacta sunt servanda) yang keberadaanya demi menyeimbangkan kekuatan kedua pihak yang berjanji.


Selain itu ketentuan Pasal 18 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga melarang pelaku usaha untuk mencantumkan klausul eksonerasi yang:


  1. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;

  2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

  3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

  4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;

  7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

  8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.


Tidak hanya itu, perlu diketahui bahwa ketentuan Pasal 46 ayat 2 dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023 juga melarang pelaku usaha di bidang jasa keuangan untuk mencantumkan klausula eksonerasi dalam setiap perjanjian yang mereka buat bersama pihak lainnya.


Lantas, apa akibat hukumnya jika di dalam perjanjian baku terdapat klausula eksonerasi?


Akibat Hukum dari Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Baku


Terdapat akibat hukum klausula eksonerasi yang berpotensi muncul karena menggunakannya di sebuah perjanjian baku. Anda sebagai konsumen dan pelaku usaha tentunya ingin meringankan beban masing-masing dengan prinsip simbiosis mutualisme.


Namun demikian, perjanjian biasanya dibuat oleh perusahaan sehingga konsumen hanya bertindak sebagai orang yang menyepakati. Timbulnya klausula eksonerasi di perjanjian baku ini melanggar kesetaraan status.


Perusahaan yang seharusnya bertanggung jawab atas segala hal terkait produk bisa melepaskan diri lewat penggunaan klausula eksonerasi. Klausul yang tertulis tersebut dapat menyebabkan kerugian terhadap pihak kedua.


Ketidakadilan tersebut bisa berujung ke ranah hukum seandainya pihak yang dirugikan merasa tidak terima atas kerugian yang mereka alami akibat klausula eksonerasi. Selain dapat mengajukan tuntutan ke Pengadilan dengan dasar hukum Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait penipuan, pihak yang dirugikan juga dapat menggugat pelaku usaha secara perdata berdasarkan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengingat pencantuman klausula eksonerasi dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2023.


Kesimpulan


Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita lihat bahwa klausula eksonerasi mengungkapkan pengecualian atau kebebasan akan tanggung jawab suatu pihak. Contohnya beragam di berbagai sektor, mulai dari kontrak sewa, asuransi, layanan, dan lain-lain.


Jika ditelisik secara hukum, pandangan mengenai klausula eksonerasi lebih ke arah negatif dan dilarang penggunaannya. Setidaknya hal ini diatur melalui beberapa pasal, misalnya UU Perlindungan Konsumen dan POJK Nomor 22 Tahun 2023.


Ada akibat hukum yang bisa muncul akibat pemakaian klausula eksonerasi dalam perjanjian baku. Anda yang mencantumkan dalam dokumen bisa dituntut melanggar prinsip kesetaraan hingga kasus penipuan.


Oleh sebab itu, perusahaan sebaiknya lebih bijak lagi dalam menentukan klausul di sebuah perjanjian baku. Penerapan ini penting sekiranya untuk mempertahankan prospek perusahaan dan keberlanjutan bisnisnya.



 

Ronaldo Heinrich Herman, S.H., M.H., C.Me, adalah seorang ahli hukum yang memiliki latar belakang akademik kuat di bidang hukum perdata, bisnis, dan socio-legal. Lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ronaldo menyelesaikan program sarjana, magister, dan sedang menempuh pendidikan doktor dengan fokus pada perbandingan hukum. Dengan keahlian di bidang hukum perdata dan penelitian hukum, ia menggabungkan wawasan akademis dan praktis untuk memberikan analisis mendalam dalam setiap tulisannya.


Comentarios


bottom of page