top of page

Sengketa Tanah di Indonesia: Sebab, Solusi, dan Studi Kasus

Gambar penulis: HukumkuAdminMAHukumkuAdminMA

Diperbarui: 20 Feb


Pelajari lebih dalam tentang tanah sengketa, termasuk definisi, penyebab, cara menyelesaikan sengketa, dan lihat contoh kasus yang telah diselesaikan.

Tanah sengketa adalah objek yang seringkali menjadi permasalahan di Indonesia. Sengketa tanah ini biasanya melibatkan beberapa beberapa stakeholder dan kerap diperebutkan. 


Berikut dalam artikel ini akan dibahas mengenai penyebab sengketa tanah, solusi sengketa tanah, serta contoh kasus sengketa tanah dan penyelesaiannya.


Memahami Apa itu Sengketa Tanah


Menurut Black (1968) dalam halaman ke-1019 dari Black Law Dictionary Revised Fourth Edition, secara teknis tanah (land) adalah segala sesuatu yang dapat dihaki dan hal ini mencakup segala hal yang dapat ditemukan baik di atasnya ataupun dibawahnya. Sedangkan menurut Collin (2004), sengketa (dispute) merupakan kondisi dimana dua atau lebih pihak saling berhadapan akibat ketidakmampuan mereka untuk menyepakati suatu persoalan. Sejalan dengan itu Hoebel dan Llewellyn (1941) mengartikan sengketa sebagai suatu pertentangan antara dua atau lebih pihak akibat dilanggarnya suatu ekspektasi atau norma norma sosial tertentu. Dengan kata lain sengketa tanah atau land dispute merupakan pertentangan antara kedua belah pihak atau lebih akibat adanya ketidaksepakatan terkait siapa yang seharusnya memegang hak atas tanah sebagai objek sengketa.


Mengapa permasalahan lahan atau sengketa tanah bisa terjadi? Permasalahan lahan atau agraria di Indonesia umumnya menghadapkan masyarakat setempat dengan kekuatan modal (korporat) dan atau instrumen negara. Permasalahan lahan umumnya bermula dari kebijakan monopoli kepemilikan lahan oleh negara. Selanjutnya negara mengkomersialisasikan lahan tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini yang seringnya sulit untuk diatasi. 


Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPNK) menunjukkan jika sudah melakukan penanganan sebanyak 185 terkait dengan kasus pertanahan. Kasus tanah sengketa tersebut diindikasi adanya tangan mafia tanah di dalamnya. Contohnya adalah kasus tentang pemalsuan dokumen, perubahan batas tanah secara ilegal dan jenis-jenis masalah lainnya.


Dasar hukum dari sengketa tanah di Republik Indonesia adalah ketentuan Pasal 1 ayat 2 dan 3 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, yang menegaskan sengketa tanah sebagai perselisihan antar individu, badan hukum, atau organisasi yang tidak berdampak luas sebagaimana terjadi pada konflik pertanahan. Peraturan Menteri tersebut juga mengatur bagaimana proses penerimaan dan distribusi pengaduan serta penanganan dan penyelesaian Sengketa dan Konflik, pembatalan produk hukum, monitoring, evaluasi dan pelaporan, sanksi dan perlindungan hukum.


Penyebab Sengketa Tanah


Terdapat banyak sebab dari adanya permasalahan sengketa tanah. permasalahan ini umumnya rumit dan kompleks. Anda harus mengetahuinya secara detail agar tidak terjebak pada sengketa tanah.


Lantas apa saja faktor-faktor penyebab sengketa tanah di Indonesia. berikut ini penjelasannya:


  • Konflik kepentingan disebabkan adanya persaingan kepentingan.

  • Konflik data bermula dari informasi yang tidak lengkap, informasi keliru, pendapat berbeda, dan data yang berbeda.

  • Kurang adanya kejelasan ketika melakukan proses sertifikasi tanah tersebut.

  • Kurang memperhatikan proses administrasi, hal ini akan membuat orang lain lebih mudah dalam mengklaim hak kepemilikan tanah tersebut.

  • Meningkatnya permintaan tanah berbanding terbalik dengan ketersediaan tanah di Negara Indonesia khususnya.

  • Adanya pemekaran wilayah yang membuat tumpang tindih hak kepemilikan atas sebuah tanah.

  • Adanya campur tangan mafia di dalam pendaftaran tanah.



Bagaimana cara menyelesaikan kasus sengketa tanah?


Sengketa tanah dapat diselesaikan dengan berbagai cara, antara lain melalui arbitrase, mediasi, dan melalui badan peradilan.


1. Arbitrase

Arbitrase merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih para pihak dengan menuliskannya sebagai klausul dalam perjanjian khusus setelah sengketa terjadi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih alternatif arbitrase antara lain penentuan sengketa pertanahan apa saja yang dapat diserahkan penyelesaiannya pada arbiter, penentuan tentang siapa yang berhak menjadi arbiter, serta penentuan sifat keputusan yang sebaiknya bersifat final dan tidak dapat dimintakan banding.


2. Mediasi


Sengketa tanah sejatinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan lewat jalur cara mediasi. Caranya, mempertemukan kedua belah pihak yang bertikai, dengan didampingi pihak ketiga sebagai mediator. Tujuan dari mediasi adalah penyelesaian masalah secara musyawarah dan kekeluargaan.


Keuntungan penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi adalah, tidak memakan banyak waktu dan biaya. Selain itu prosedurnya pun tidak berbelit-belit. Hanya saja, keefektifan mediasi ini tergantung pada ketaatan para pihak dalam menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.


3. Proses Pengadilan


Kasus pertanahan pun bisa diselesaikan di pengadilan dengan gugatan pidana maupun perdata. Pengaduan bisa diajukan ke pengadilan umum, pengadilan tata usaha maupun pengadilan agama, tergantung jenis gugatan yang diajukan.


Gugatan mengenai kasus tanah yang diajukan ke pengadilan umum melingkup pada perkara perdata dan pidana. Sementara gugatan yang diajukan ke pengadilan tata usaha, umumnya berkaitan dengan pembatalan sertifikat sebagai produk badan tata usaha negara.


Adapun gugatan yang diajukan ke pengadilan agama, biasanya berkenaan dengan gugatan terhadap tanah harta bersama dalam perkawinan, warisan, dan sengketa tanah wakaf.


Contoh Kasus Sengketa Tanah dan Penyelesaiannya


Dalam artikel ini kami akan memberikan dua contoh kasus penyelesaian sengketa pertanahan di Republik Indonesia. Kasus pertama diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar. Pada kasus ini para pihak yang bersengketa adalah Sdr. Rappe (yang diwakili oleh para kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Sulaiman Syamsuddin Partnership & Lawfirm) dengan Kepala Pertanahan Kabupaten Maros dan H. Mampawa. Sengketa terjadi akibat diterbitkannya lima Sertifikat Hak Milik yaitu: Sertipikat Hak Milik Nomor 00896/ Desa Bonto Bunga, tanggal 27 Desember 2012, Sertipikat Hak Milik Nomor 00934/ Desa Bonto Bunga, tanggal 10 April 2013, Sertipikat Hak Milik Nomor 00892/ Desa Bonto Bunga, tanggal 27 Desember 2012, Sertipikat Hak Milik Nomor 00790/ Desa Bonto Bunga, tanggal 31 Agustus 2012, dan Sertipikat Hak Milik Nomor 01010/ Desa Bonto Bunga, tanggal 10 April 2013 diatas tanah milik Sdr. Rappe. Penerbitan kelima Sertifikat itu menyebabkan Rappe mengalami kerugian akibat tidak dapat lagi menanam padi, jagung, ubi, mentimun, kacang panjang, dan pisang. Oleh karena itu, Rappe mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim dari Pengadilan Tata Usaha Makassar tidak menerima gugatan Penggugat karena berdasarkan Yuriprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 88 K/TUN/1993 tanggal 7 September 1994 dan Yuriprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 16 K/TUN/2000 tanggal 28 Februari 2001, maka seharusnya sengketa terkait kepemilikan tanah tersebut diselesaikan terlebih dahulu di Pengadilan Umum. Tergugat mengajukan upaya banding terhadap Putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar, dimana Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tersebut dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar Nomor 18/B/2024/PT.TUN.MKS memutuskan untuk menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor 61 /G/2023/PTUN.MKS. Upaya hukum Kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak membuahkan hasil bagi Rappe karena Majelis Hakim melalui amar Putusan Mahakamah Agung Republik Indonesia Nomor 577/K/TUN/2024 memutuskan untuk menolak permohonan Kasasi yang diajukan Rappe karena selain Majelis Hakim setuju bahwa seharusnya sengketa terkait kepemilikan tanah tersebut diselesaikan terlebih dahulu di Pengadilan Umum, pemeriksaan pada tingkat Kasasi hanya berkaitan dengan kesalahan penerapan hukum oleh Majelis Hakim pada peradilan di bawah Mahkamah Agung. 


Selain kasus tersebut, sengketa tanah serupa juga terjadi di Jombang antara Sudjiati, Dian Erwan Hendra Yuwono, Yulia Pratiwi Santoso, dan Titik Andaru Wardini dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jombang. Sengketa tersebut terjadi akibat diterbitkannya Sertipikat Hak Milik Nomor 01588/Desa Kedungmlati tanggal 30 Agustus 2017, yang menyebabkan para pihak sebagai ahli waris dari pemilik tanah yang dibuatkan sertifikat itu yaitu mendiang Ibu Sriani mengalami kerugian akibat tumpang tindihnya hak atas tanah sehingga mereka tidak dapat memperoleh manfaat dari tanah tersebut. Majelis Hakim dalam amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 121/G/2023/PTUN.SBY memutuskan untuk mengabulkan gugatan para pihak dan membatalkan Sertipikat Hak Milik Nomor 01588/Desa Kedungmlati tanggal 30 Agustus 2017 karena Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jombang terbukti telah melanggar ketentuan Pasal 2 dan 3 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jombang mengajukan banding terhadap Putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, dimana Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi tersebut memutuskan untuk menguatkan isi dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 121/G/2023/PTUN.SBY. Kedua kasus tersebut merupakan contoh sengketa pertanahan di Indonesia.



Sengketa tanah adalah permasalahan yang terhitung rumit dan kompleks. Jika anda menghadapi hal tersebut, tentu diperlukan adanya bantuan hukum agar hak anda terpenuhi. Ayo download atau kunjungi Hukumku sebagai solusi permasalahan anda. Dengan jajaran pilihan advokat berkualitas, anda bisa berkonsultasi dan mendapatkan bantuan hukum dari ahlinya.



 

Ronaldo Heinrich Herman, S.H., M.H., C.Me, adalah seorang ahli hukum yang memiliki latar belakang akademik kuat di bidang hukum perdata, bisnis, dan socio-legal. Lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ronaldo menyelesaikan program sarjana, magister, dan sedang menempuh pendidikan doktor dengan fokus pada perbandingan hukum. Dengan keahlian di bidang hukum perdata dan penelitian hukum, ia menggabungkan wawasan akademis dan praktis untuk memberikan analisis mendalam dalam setiap tulisannya.


bottom of page